Handarat, Desa Palestina di Suriah Menanti Sentuhan Rekonstruksi
Kamp pengungsi Palestina Handarat di Aleppo kini hanya menyisakan puing-puing. Meski menyandang nama kamp pengungsi, sejatinya kawasan ini sejak lama menjadi perkampungan tetap bagi orang Palestina yang dibangun pada 1960-an. Kini, setelah konflik panjang di Suriah, Handarat hanya menyisakan kenangan dan harapan untuk bangkit kembali.
Kamp Handarat awalnya berdiri sebagai salah satu pemukiman resmi bagi pengungsi Palestina yang datang ke Suriah setelah perang Arab-Israel. Lokasinya di utara Aleppo menjadikannya salah satu kawasan strategis, dan di sinilah ribuan keluarga Palestina membangun kehidupan baru mereka sejak dekade 1960-an.
Dari sebuah pemukiman darurat, Handarat berkembang menjadi kampung yang nyaris permanen. Jalan-jalan kecil, rumah sederhana, hingga pusat kegiatan masyarakat seperti sekolah dan masjid berdiri di kawasan ini. Masjid Al-Jalil, yang didirikan tahun 1968, menjadi simbol kebersamaan warga kamp dalam mempertahankan identitas Palestina mereka.
Namun sejarah panjang itu terguncang saat perang Suriah pecah. Handarat, yang berada di wilayah strategis Aleppo, berubah menjadi medan pertempuran. Pertempuran memaksa ribuan keluarga Palestina meninggalkan rumah yang telah mereka bangun selama puluhan tahun.
Pada tahun 2016, puncak kehancuran melanda kamp ini. Masjid Al-Jalil yang menjadi ikon kamp luluh lantak akibat pertempuran. Dindingnya runtuh, menara roboh, dan halaman masjid berubah menjadi puing-puing. Meski begitu, warga masih menyebut iman dan harapan tetap tersisa.
Video terbaru memperlihatkan kondisi menyedihkan Handarat hari ini. Rumah-rumah runtuh, jalanan dipenuhi reruntuhan, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang normal. Handarat yang dulu menjadi kampung, kini tampak lebih seperti kota mati.
Warga yang tersisa maupun yang masih berada di pengungsian menyerukan pemulihan kamp. Mereka meminta agar puing-puing dibersihkan dan infrastruktur dasar diperbaiki sehingga keluarga bisa kembali membangun hidup di tempat itu.
Mereka juga menekankan pentingnya membangun kembali Masjid Al-Jalil. Bagi warga Handarat, masjid itu bukan sekadar tempat ibadah, melainkan simbol persatuan dan identitas Palestina yang tertanam di Aleppo. Kehancurannya dianggap sebagai luka kolektif yang mendalam.
Sejumlah organisasi kemanusiaan Palestina menaruh perhatian pada kondisi Handarat. Namun, keterbatasan dana dan fokus rekonstruksi di wilayah lain membuat kamp ini belum tersentuh serius. Berbeda dengan Yarmuk di Damaskus yang mulai bangkit, Handarat masih terperangkap dalam kehancuran.
Bagi banyak keluarga Palestina, kehilangan Handarat berarti kehilangan rumah kedua setelah Palestina. Kamp ini bukan sekadar titik penampungan, melainkan tanah tempat mereka membesarkan anak-anak, menikahkan keluarga, dan menorehkan sejarah panjang.
Anak-anak muda yang lahir di Handarat kini tumbuh dengan kenangan tentang kampung yang hanya tinggal puing. Generasi itu mewarisi cerita orang tua mereka tentang bagaimana kamp pernah hidup dengan pasar kecil, sekolah, dan perayaan-perayaan khas Palestina.
Meskipun masa depan Handarat masih penuh ketidakpastian, semangat untuk membangunnya kembali tidak padam. Warga percaya bahwa seperti halnya kamp lain yang berhasil bangkit, Handarat pun suatu hari akan kembali berdiri.
Harapan itu diperkuat oleh solidaritas diaspora Palestina di seluruh dunia. Meski belum ada program besar yang dimulai, warga percaya dukungan internasional akan datang. Setidaknya, suara mereka kini mulai terdengar melalui rekaman-rekaman video dan laporan lapangan.
Kamp ini juga menjadi cermin bagaimana perang Suriah menghancurkan bukan hanya warga Suriah, tetapi juga komunitas Palestina yang sudah berakar di negara itu selama puluhan tahun. Handarat adalah bukti bahwa pengungsi Palestina harus menanggung penderitaan ganda.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Organisasi HAM dan komunitas Palestina menyerukan agar Handarat tidak dilupakan dalam agenda rekonstruksi Suriah. Mereka menekankan bahwa kamp ini adalah bagian dari warisan sejarah pengungsian Palestina yang harus dijaga.
Meski tak lagi berpenghuni, Handarat masih menyimpan simbol-simbol ke-Palestina-an. Di beberapa dinding yang tersisa, masih terlihat grafiti dan gambar kunci Palestina, lambang dari rumah yang suatu hari diharapkan dapat kembali ditempati.
Beberapa keluarga telah menyatakan siap kembali jika kamp diperbaiki. Namun tanpa bantuan signifikan, sulit membayangkan Handarat bisa bangkit dalam waktu dekat. Kehancuran total membuat rekonstruksi memerlukan biaya besar dan dukungan politik yang kuat.
Bagi warga Palestina di Suriah, Handarat bukan sekadar alamat, melainkan bagian dari identitas kolektif mereka. Karena itu, meski kamp ini hancur, semangat untuk membangunnya kembali tidak pernah padam.
Kini, yang tersisa hanyalah puing, doa, dan keyakinan. Warga Handarat yakin bahwa seperti halnya masjid yang bisa runtuh namun iman tetap bertahan, begitu pula kamp mereka akan bangkit suatu hari nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar